13 Apr 2011

Surat Albaqarah Ayat 16-20

Surat Al-baqarah ayat 16-20 masih membahas tentang ciri-iri orang munafik. Pada bagian ini  Allah menerangkannya dengan menggunakan perumpamaan (tamtsil). Kenapa harus menggunakan perumpamaan? Karena inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an dalam menjelaskan suatu perkara. Perumpamaan itu diperlukan un tuk menerangkan suatu hal yang samar dan juga agar dapat lebih diterima oleh akal manusia.






Artinya : Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(16)
Ayat ini menegaskan ayat-ayat sebelumnya tentang orang munafik dan menerangkan kebodohan mereka dengan mengemukakan keburukan tingkah laku dan perkataan mereka. Orang-orang munafik dengan sifat-sifat yang buruk seperti tersebut pada ayat ayat di atas merupakan orang-orang yang salah pilih. Mereka menolak petunjuk dan jalan yang lurus, memilih jalan kesesatan dan hawa nafsu. Akhirnya pilihan itu merugikan mereka sendiri karena mereka tidak mau lagi menerima kebenaran. Dalam ayat ini Allah mempergunakan kata "membeli" untuk ganti kata "menukar". Jadi orang munafik itu menukarkan hidayah (petunjuk) dengan dlalalah (kesesatan), hasilnya mereka kehilangan petunjuk dan memperoleh kesesatan. Petunjuk yang semula mereka miliki itu ialah berupa kesediaan manusia untuk menanggapi kebenaran dan mencapai kesempurnaan. Kesediaan ini bagaikan modal pokok. Modal inilah yang lenyap dari tangan mereka, oleh karena itu mereka tidak akan mendapat untung dan tidak dapat petunjuk lagi. ( Lihat Tafsir DEPAG-INDONESIA : http://c.1asphost.com)

Mereka itu bahkan telah melepaskan bekal-bekal fitrah dan potensi-potensi pemberian Allah yang merupakan faktor hidayah mereka dengan membiasakan diri berbuat dosa dan kemunafikan. Karena orang-orang Munafik bukanlah orang-orang yang memiliki hidayah untuk kemudian mereka menjualnya lalu membeli kesesatan. (IRIB-Indonesia)
Kini marilah kita lihat sepintas poin-poin penting yang dapat kita ambil sebagai pelajara dari ayat mulia ini.
1) Hendaklah kita jangan berpikir hanya memperoleh keuntungan dalam
perdagangan harta kita saja. Tapi hendaknya kita perhatikan pula, dengan
apa jiwa dan hati kita, kita jual, dan apa yang kita peroleh darinya? Apakah
hasil perdagangan kita ini berupa hidayah dan kebahagian? ataukah
kesesatan dan kesusahan?
2) Petunjuk dan kesesatan adalah hasil perbuatan kita sendiri, bukan
paksaan atau kehendak Allah, bukan pula takdir dan kemauan Ilahi, tanpa
peran kehendak kita sedikit pun di dalamnya.
3) Nifak, tidak memiliki akhir kecuali kesesatan dan kerugian. Bertentangan
dengan iman yang membawa manusia kepada kebahagiaan dan kebaikan.(IRIB-Indonesia)







Artinya : Perumpamaan mereka, yaitu munafikin, seperti orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, Allah menghapus cahaya mereka itu, dan meninggalkan mereka dalam kegelapan tanpa dapat melihat."(17)
Ayat ini memberikan perumpamaan orang-orang munafik dengan orang yang berada di tengah padang pasir gelap lalu menyalakan api untuk menerangi sekitarnya. Cahaya iman munafik seperti cahaya api, lemah, tidak tahan lama, disertai dengan asap, abu dan pembakaran. Ia menampakkan cahaya iman, tetapi di dalamnya tersembunyi api kekafiran. Cahaya iman yang lemah ini pun sesungguhnya merupakan sinar fitrah yang bersih yang Allah tanamkan di dalam diri mereka. Namun karena pengaruh negatif ta'assub dan sifat keras kepala maka secara perlahan fitrah tersebut semakin melemah. Sampai ketika tirai-tirai kezaliman dan kebodohan telah menyelimuti seseorang, ia pun menutupi fitrah dan cahaya iman tadi.(IRIB-Indonesia).
Dalam Tafsir DEPAG-indonesia dijelaskan bahwa Orang-orang munafik yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang kaum munafik dari ahli-ahli kitab (orang-orang Yahudi). Mereka itu telah beriman kepada kitab-kitab dan rasul-rasul yang telah lalu, maka seharusnya mereka beriman pula kepada Alquran dan Nabi Muhammad saw karena kedatangan Nabi Muhammad itu telah disebutkan dalam kitab-kitab mereka. Akan tetapi disebabkan mereka dipengaruhi oleh kebesaran mereka di masa lampau, mereka tidak mau beriman. Tak ubahnya mereka itu seperti orang yang menyalakan api tatkala menyinari tempat sekitarnya, tiba-tiba api itu padam. Dengan demikian mereka berada dalam gelap gulita.
Ibnu Mas'ud dan beberapa orang Sahabat Rasulullah, mengatakan: "Mereka mengambil kesesatan dan meninggalkan petunjuk." Ibnu Ishak mengatakan, dari Ibnu 'Abbas,  : "Artinya membeli kekufuran dengan keimanan." Kesimpulan dari pendapat para mufassir di atas, bahwa orang orang munafik itu menyimpang dari petunjuk dan jatuh dalam kesesatan. "Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. "Artinya mereka menjual petunjuk untuk mendapatkan kesesatan, hal itu berlaku juga pada orang yang pernah beriman lalu kembali kepada kekufuran, sebagaimana Firman Allah yang artinya :”Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi), lalu hati mereka dikunci matu " (QS. AlMunaafiquun:3) ( Lihat Tafsir  Ibnu Katsir Halaman 72).
Beberapa poin berikut ini dapat kita jadikan sebagai pelajaran dari ayat tersebut di atas:
1) Cahaya yang dimiliki oleh munafik seperti cahaya api yang lemah dan tak tahan lama.
2) Keberadaan munafik di tengah masyarakat, merupakan sumber nyala api dan fitnah.
3) Untuk sampai kepada cahaya, munafik menggunakan api yang nyalanya disertai dengan debu, asap dan pembakaran.
4) Pada akhirnya Allah SWT menimpakan kehinaan pada munafik, dan cahaya yang hanya lahiriyah itu pun akan Allah padamkan.
5) Masa depan munafik gelap dan tak memiliki harapan untuk selamat.
6) Kemunafikan dan sikap mendua, itu pun di hadapan Allah SWT sama sekali tidak menunjukkan kecerdikan dan kepandaian. Tetapi ia adalah sumber kegelapan dan kehancuran.




Artinya : "Mereka tuli (dari ajaran-ajaran yang haq) dan bisu untuk menyatakan kebenaran) serta buta (untuk melihat hakekat). Maka mereka tidak pernah melepas kekufuran dan tidak akan kembali ke arah kebenaran".(18)
Ayat ini menggambarkan orang-orang munafik itu, tidak hanya seperti orang-orang yang kehilangan cahaya terang tetapi juga seperti orang-orang yang kehilangan beberapa indra yang pokok. Tidak dapat mendengar, bicara dan melihat. Orang yang seperti ini tentunya akan mengalami kebinasaan.  Mereka dikatakan tuli karena mereka tidak mendengarkan nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk, bahkan mereka tidak paham, meskipun mereka mendengar. Dikatakan seperti bisu karena mereka tidak mau menanyakan hal-hal yang kabur bagi mereka, tidak meminta penjelasan dan petunjuk-petunjuk, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk mengambil manfaat dari segala pelajaran dan ilmu pengetahuan yang dikemukakan rasul. Dikatakan buta karena mereka kehilangan manfaat pengamatan dan manfaat pelajaran. Mereka tidak dapat mengambil pelajaran dari segala kejadian yang mereka alami dan pengalaman bangsa-bangsa lainnya.  Mereka tidak dapat kembali ke jalan yang benar karena sifat-sifat tersebut di atas dan mereka tetap membeku di tempatnya.(Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 18)
(Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Baqarah 18) menjelaskan ;(Mereka tuli) terhadap kebenaran, maksudnya tidak mau menerima kebenaran yang didengarnya (bisu) terhadap kebaikan hingga tidak mampu mengucapkannya (buta) terhadap jalan kebenaran dan petunjuk Allah sehingga tidak dapat melihatnya, (maka mereka tidaklah akan kembali) dari kesesatan.
Makna dari perumpamaan tersebut adalah bahwa Allah menyerupakan tindakan mereka membeli kesesatan dengan petunjuk dan perubahan mereka dari melihat menjadi buta, dengan orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, dan ia dapat melihat apa yang berada di sebelah kanan dan kirinya, tibatiba api itu padam sehingga ia benar benar berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat dan tidak pula memperoleh petunjuk. Kondisi seperti itu ditambah lagi dengan keadaan dirinya yang tuli sehingga tidak dapat mendengar, bisu sehingga tidak dapat bicara, dan buta sehingga tidak dapat melihat. Oleh karena itu, ia tidak akan dapat kembali ke tempat semula. Demikian pula keadaan orang orang munafik yang menukar kesesatan dengan petunjuk, dan mencintai kebathilan dari pada kelurusan. Dalam perumpamaan ini terdapat bukti bahwa orang orang munafik itu pertama kali beriman kemudian kafir. ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir Halaman 73)
Matanya tidak bersedia melihat dan memahami hakekat-hakekat. Telinganya juga tak ia persiapkan untuk mendengarkan ajaran-ajaran yang haq, dan lidahnya tak pernah mau mengikrarkan kebenaran risalah Nabi SAW. Oleh karena itu, di tempat lain, Al-Quran menyerupakan mereka dengan binatang yang memang tidak memiliki indera-indera yang merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan yang luas itu. Selain ayat ini, di dalam ayat-ayat lain. Al-Quran juga menggunakan kalimat-kalimat, laa yasy'uruun, laa ya'lamuun, laa yubshiruun, ya'mahuun dan sebagainya untuk orang-orang munafik. Kekafiran batin seorang munafik sedemikian kuat menutupi mata, telinga serta mengelukan lidahnya dan memalingkannya dari hakekat-hakekat, sehingga sama halnya orang kafir, ia sudah tak mampu lagi membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Pada ayat sebelumnya telah dijelaskan bahwa dengan hilangnya cahaya iman, kegelapan kufur telah sedemikian rupa menyelubunginya sehingga ia tidak lagi mampu melihat sesuatu. Sedangkan ayat ini mengatakan: Bukan hanya tidak mampu melihat kebenaran, bahkan kemampuan mendengar dan mengucapkan kebenaran juga sudah hilang dari mereka. Akibat gerak mereka di dalam kedelapan, maka mereka tidak memperoleh apa-apa selain kejatuhan dan kebinasaan. Sebuah jalan yang tidak lagi memiliki jalan kembali.(IRIB- Indonesia)
Perumpamaan dari kedok keimanan dari orang-orang munafik itu dijelaskan dengan keadaan tuli, bisu dan buta. Mereka memiliki telinga, mereka juga dapat mendengar. Tetapi dengan pendengaran mereka tidak dapat mendengarkan hal-hal yang baik, enggan menerima nasehat-nasehat yang baik, ayat-ayat dari Allah juga tidak mereka indahkan, maka sama saja mereka dengan orang yang tuli. Kemudian mereka juga memiliki mulut dan lisan, mereka juga dapat berbicara, tetapi mereka juga tidak pernah berbicara hal-hal yang baik, tidak mampu menyampaikan kebenaran yang telah mereka dapatkan, senang melecehkan dan tetap saja yang keluar dari lisan mereka adalah hal-hal yang buruk. Maka jika sudah demikian, maka sama saja mereka dengan orang yang bisu, atau bahkan orang bisu lebih baik dari mereka. Satu hal lagi yakni mereka diperumpamakan dengan orang yang buta. Memiliki mata, tapi tidak dapat melihat kebenaran yang jelas ada di depannya. Maka sama saja mereka dengan orang buta. Jika sudah demikian, memiliki telingan tapi tidak dapat mendengar, memiliki lisan tapi tidak bias berkata yang baik dan memiliki mata tapi tidak menggunakan matanya untuk melihat kebenaran, maka bisa dipastikan mereka akan sulit untuk kembali kepada kebenaran. Akan sangat berat untuk mendapati mereka kembali kedalam kebenaran. (Kajian Tafsir Al-Qur'an oleh Ustad Supriyanto Pasir, S.Ag, M.Ag.)








Artinya : "Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit di sertai gelap gulita, guruh dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari tangan mereka ketika mendengar petir karena takut mati. Dan Allah meliputi orang-orang kafir"
Dalam ayat ini Allah mengumpamakan orang-orang  munafik itu  bagaikan orang yang berada di lumpur akibat hujan lebat, ditengah gelap gulita malam yang disertai dengan kilat yang menyambar-nyambar dan guntur yang menggelegar, membuatnya ketakutan setengah mati. Namun ia tidak memiliki tempat berlindung untuk menyelamatkan diri dari hujan, tidak pula memiliki cahaya untuk menghadapi kegelapan, tidak juga ia memiliki jiwa dan mental yang kuat untuk menghadapi petir yang mengguntur memekakkan gendang telinga.(IRIB-Indonesia)
Dari Kajian Tafsir Al-Qur'an oleh Ustad Supriyanto Pasir, S.Ag, M.Ag menjelaskan bahwa Keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. Mereka menyumbat telinganya karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Quran itu. Hingga mereka diliputi rasa takut atas kematian.

Banyak ulama ahli tafsir yang mengartikan hujan tersebut adalah sebagai Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an dapat berfungsi seperti hujan yang dapat menumbuhkan hal-hal yang baik. Sehingga karena orang-orang munafik itu berada di sekitar orang-orang yang beriman, maka Al-Qur’an selalu berada di sekitar mereka. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, Al-Qur’an yang seharusnya dapat menjadi penerang dan penyejuk, membawa rahmat dan hidayah, ternyata seakan-akan menjadi hujan lebat yang menyebabkan keadaan menjadi gelap gulita, diliputi guruh dan juga kilat. Bukannya mendapat kedamaian dan ketentraman hati, justru malah hati mereka yang menjadi sakit.  Bagaimanapun keadaannya, Allah itu melebihi segalanya. Allah Yang Maha Tahu dan Maha segalanya lebih tahu dari siapapun, termasuk orang-orang kafir. Siapa orang kafir pada ayat ini yakni orang-orang munafik yang berkedok islam, menyembunyikan kekafirannya dalam bungkus islam.( Kajian Tafsir Al-Qur'an oleh Ustad Supriyanto Pasir, S.Ag, M.Ag)
(Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 19) menjelaskan bahwa orang-orang munafik itu selalu dalam keragu-raguan dan kecemasan dalam menghadapi cahaya Islam. Menurut anggapan mereka Islam itu hanya membawa kemelaratan, kesengsaraan dan penderitaan. Kadangkala pikiran mereka menyebabkan mereka tidak dapat melihat apa yang ada di balik hujan lebat itu (Islam), yaitu unsur yang membawa kehidupan di atas bumi.
Demikianlah orang-orang tadi, jika diturunkan kepada mereka Alquran disebutkan kekafiran yang diserupakan dengan gelap gulita, ancaman yang dibandingkan dengan guruh serta keterangan-keterangan nyata yang disamakan dengan kilat, mereka menyumbat anak-anak telinga mereka agar tidak mendengarnya, karena takut akan terpengaruh lalu cenderung kepada keimanan yang akan menyebabkan mereka meninggalkan agama mereka, yang bagi mereka sama artinya dengan kematian. (Dan Allah meliputi orang-orang kafir) baik dengan ilmu maupun dengan kekuasaan-Nya hingga tidak sesuatu pun yang luput dari-Nya.( Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Baqarah 19)









Artinya : Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(20)
Umpama kilat yang menyambar-nyambar hingga sampai kepada pelupuk mata mereka. Disini jika mereka berada pada cahaya iman dan islam, maka mereka juga akan mendapat cahaya tersebut, mereka juga ikut dalam cahaya itu. Dan jika mereka kembali pada kesesatannya, maka mereka juga kembali kepada kegelapan. Mereka berhenti.  Meskipun berada di sekitar orang-orang beriman, selalu mendengar ayat-ayat Al-qur’an dibacakan, mereka tidak bisa mendapat manfaat kecuali sedikit. Kenapa demikian? Karena Allah melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Allah lah Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Kajian Tafsir Al-Qur'an oleh Ustad Supriyanto Pasir, S.Ag, M.Ag)
Ini perumpamaan lain yang diberikan Allah mengenai bentuk lain dari orang orang munafik, yaitu orang orang yang sewaktuwaktu tampak kebenaran bagi mereka dan pada saat lain mereka ragu. Hati mereka yang berada dalam keadaan ragu, kufur, dan bimbang, itu adalah seperti  “hujan lebat." , berarti hujan yang turun dari langit pada waktu gelap gulita. Kegelapan itu adalah keraguan, kekufuran, dan kemunafikan. Dan  (petir/gurun/halilintar), yaitu (perumpamaan untuk) ketakutan yang mengguncangkan hati. Di antara keadaan orang orang munafik itu adalah berada dalam rasa takut dan cemas yang sangat, sebagaimana Firman Allah yang artinya "Mereka mengira setiap teriakan yang keras ditujukan kep'ada' mereka. "(QS. AlMunaafiquun:4). Sedangkan kilat yang menyinari hati orang orang munafik itu pada suatu waktu, adalah cahaya keimanan. Oleh karena itu, Allah berfirman, yang artinya "Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang orang. yang kafir." Maksudnya, ketakutan mereka itu tidak dapat membawa manfaat sedikit pun karena Allah telah meliputi mereka melalui kekuasaanNya dan mereka itu berada di bawah kendali kehendak dan iradahNya. ( Tafsir Ibnu Katsir halaman 75)
Ibnu Ishak menuturkan, dari Ibnu 'Abbas: "Artinya, mereka mengetahui kebenaran dan berbicara mengenai kebenaran tersebut. Jika mereka mengetahui kebenaran itu, maka mereka tetap istiqamah. Namun jika mereka kembali kepada kekafiran, mereka berhenti dalam keadaan bingung."Demikian pula yang dikatakan oleh alHasan Bashri, Qatadah, arRabi' bin Anas, dan asSuddi, dengan sanadnya dari beberapa Sahabat, dan ini merupakan pendapat yang paling benar dan jelas. Dan begitulah keadaan yang akan mereka alami pada hari Kiamat kelak, yaitu ketika manusia diberi cahaya sesuai dengan keimanannya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya yang dapat menerangi perjalanan beberapa mil, dan ada yang diberi kurang atau lebih dari itu. Ada juga yang cahayanya terkadang mati dan kadang kadang menyala. Ada juga yang kadang kadang
Berjalan dan kadang berhenti. Bahkan ada juga yang cahayanya mati sama sekali, mereka itulah orang munafik tulen yang Allah sebutkan melalui firmanNya: artinya “"Pada hari ketika orang orangmunafik lakilaki dan perempuan berkata kepada orang orang yang beriman: 'Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu.'Dikatakan (kepada mereka): 'Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)."' (QS. AlHadiid:13). ( Tafsir Ibnu Katsir halaman 76)

Dan mengenai orang orang yang beriman, Allah berfirman: "Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang orang yang beriman bersama dengan dia. Sedangkan cahaya mereka memancarkan di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."' (QS. AtTahriim:8).

Dari ayat ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang orang yang beriman terbagi  menjadi dua bagian, yaitu: "Orang orang yang didekatkan" dan "Orang orang yang berbuat kebajikan." Sedangkan orangorang kafir juga terbagi dua, yaitu penyeru (kepada kekafiran) dan muqallid (ikutikutan). Dan orang orang munafik juga terbagi dua, yaitu: "Orang munafik murni (tulen)" dan "orang munafik yang dalam dirinya masih ada iman dan masih ada juga kemunafikan." ( Tafsir Ibnu Katsir halaman 77)
Pelajaran-pelajaran yang dapat kita petik dari ayat ini dapat kita simpulkan pada poin-poin berikut: (IRIB Indonesia)
1) Orang munafik tidak punya kesanggupan untuk melihat cahaya Ialhi. Ibarat kilau petir di angkasa, sinarnya menyilaukan mata mereka.
2) orang munafik tidak memiliki cahaya dari dalam dirinya, karena itu untuk bergerak dia harus memanfaatkan bias cahaya orang-orang mukmin.
3) Sekalipun orang munafik adakalanya menjejakkan kakinya ke depan, dia tetap tidak akan bisa maju dan terhenti dari gerakan.
4) Orang munafik sewaktu-waktu bisa mendapat murka Allah karena perbuatan-perbuatan yang ia lakukan.
5) Orang munafik tidak akan bisa menipu Allah, dan Allah akan memberikannya balasan dan hukuman. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar