8 Mei 2011

Prinsip Pribadi Muslim



Prinsip (51-61) Dari 
61 PRINSIP PRIBADI MUKMIN


Klik Catatan Sebelumnya : 


51. Memiliki sifat perkasa

Seorang mukmin harus memiliki sifat perkasa, di antaranya dalam menjaga kemuliaan diri, keluarga, saudara dan dien-nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Kekuatan (keperkasaan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munaafiquun {63}:8).

52. Memiliki tekad yang kuat

Tekad yang dimulai dari adanya niat, kesabaran dan keteguhan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai sesuatu. Seorang muslim yang shalih harus memiliki tekad untuk melakukan sesuatu yang terbaik dalam hidupnya, demi meraih kebahagiaan di akhirat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perkataan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang ditekadkan.” (QS. Asy-Syura’ {42}:43).

53. Menundukkan (memalingkan) pandangan

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangan.” (QS. An-Nuur {24}:30).

Betapa banyak orang Islam yang terjerumus ke dalam perbuatan maksiat dan perzinaan yang bermula dari pandangan mata. Karena itu, setiap orang yang beriman diperintahkan untuk menundukkan pandangannya dan tidak melepaskannya untuk menuruti hawa nafsu.

Hikmah dari menundukkan pandangan di antaranya adalah terjaganya kesucian hati dan menghindarkan kita dari perbuatan yang tercela dan keji. Ali bin Abi Thalib berkata, “Barangsiapa belum mampu menguasai (pandangan) matanya, maka hati pun tidak ada nilai baginya.”

Imam Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Jaris, bahwa dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw mengenai melihat (wanita lain) secara tiba-tiba, lalu beliau menjawab, “Palingkan pandanganmu!”

54. Qana’ah

Qana’ah adalah rela menerima apa adanya dan menjauhkan diri terhadap rasa tidak puas atau tidak ridha akan apa yang diberikan oleh Allah swt. Namun qana’ah bukan berarti pasrah dan malas untuk berusaha dalam hidup ini, melainkan tetap berusaha sekuat tenaga dan tidak kecewa apabila usaha kita belum berhasil, atau jika doa kita belum dikabulkan oleh Allah ta’ala.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesunnguhnya orang-orang yang banyak berbakti, benar-benar berada dalam kenikmatan.” (QS. Al-Infithar (82}:13).

Para musafir mengatakan, “Yang dimaksud adalah sifat qana’ah di dunia.”

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kekayaan itu bukanlah banyaknya perbendaharaan, akan tetapi (hakikat) kekayaan itu adalah kekayaan jiwa.”

55. Memiliki kekuatan

Islam adalah dienul kekuatan yang tidak bisa ditindas. Maka, hamba yang shalih haruslah seorang yang kuat imannya, kuat akhlaknya, kuat ilmunya; kuat amal dan jihadnya, serta kuat pendapat dan kata-katanya (komunikasi).

Untuk meraih kekuatan ini dibutuhkan pertolongan dari Allah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Sesungguhnya Rabb-mu adalah Dzat Yang Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (QS. Hud {11}:66).

56. Menyembunyikan amal kebaikan

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan …” (QS. Ibrahim {14}:31).

57. Pemurah dan dermawan

Hamba yang shalih haruslah seorang yang dermawan dengan apa yang dimilikinya, sehingga ia rela memberikan harta atau nasihat, atau ilmu, atau hal lainnya yang bermanfaat bagi saudara-saudarinya sesama muslim. Segala hal yang di dermakannya itu harus dengan cara ikhlas karena Allah, di samping kondisi dirinya yang leluasa, karena Allah tidak membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kadar kesanggupannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah {2}:254).

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia memuliakan (bersikap pemurah) kepada tamunya.”

Sikap dermawan yang paling baik adalah orang yang mendermakan hartanya, dan bisa menjaga diri dari menerima harta dari orang lain. Tidak ada kebaikannya bagi harta, kecuali jika diiringi oleh sifat kedermawanan.

58. Memiliki sifat ksatria

Sifat ksatria adalah hiasan jiwa. Di antara bentuk sifat ksatria seseorang, adalah menahan diri dari hal-hal yang haram, menjauhi dosa, adil dalam menjatuhkan hukum, tidak berbuat zhalim, tidak tamak terhadap apa yang tidak menjadi haknya, dan tidak membantu orang yang kuat dalam menghadapi orang yang lemah.

Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Waqqash, bahwa dia berkata, “Seseorang datang kepada Nabi saw seraya berkata, “Ya Rasulullah, berikanlah wasiat kepadaku!” Beliau saw kemudian bersabda, “Jangan berharap terhadap apa yang ada di tangan orang lain dan jauhilah sifat tamak, karena ia merupakan kemiskinan yang datang. Kerjakanlah shalat seakan engkau akan berpisah (dari dunia ini). Hindarilah sesuatu yang menyebabkanmu harus meminta maaf sesudah engkau melakukannya.”

59. Selalu memeberi nasihat

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS. Al-Hujurat {49}:10).

Imam Muslim meriwayatkan dari Tamim bin Aus Ad-Dari ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dien adalah nasihat.”—hingga tiga kali—kami (para sahabat) bertanya, “Untuk siapa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk (menaati) Allah, Rasul-Nya dan pemimpin kaum muslimin serta seluruh kaum mukminim pada umumnya.”

Nasihat adalah keinginan atau kehendak untuk mengekalkan nikmat Allah, atau saudara muslim yang di dalamnya terdapat kebaikan. Seorang hamba yang shalih tentu berusaha untuk selalu memberi nasihat dan tidak pernah bakhil untuk memberikannya, baik secara tersembunyi maupun secara terang-terangan.

Alla subhanahu wa ta’ala berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim {14}:24).

60. Tidak berlebih-lebihan dan memamerkan harta

Maksud dari berlebihan adalah melampaui batas dalam hal perkataan maupun perbuatan. Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani meriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Mohonlah pertolongan kepada Allah untuk memenuhi segala kebutuhan dengan cara menyembunyikannya, karena setiap orang yang mendapatkan nikmat itu pasti di-iri oleh orang lain.”

Dalam hadits muttafaq ‘alaih disebutkan riwayat dari Abi Wail Syaqiq bin Abi Salamah, bahwa dia berkata, “Adakah Ibnu Mas’ud biasa mengingatkan kami pada hari kamis, lalu seseorang berkata kepadanya, ‘Wahai Abu Abdirrahman, aku sebenarnya ingin agar engkau mengingatkan kami setiap hari.’ Ibnu Mas’ud menjawab, ‘Sebenarnya yang mencegahku dari melakukan hal seperti itu (memberi nasihat setiap hari) adalah karena aku tidak ingin membuat kalian jemu. Dan sesungguhnya aku memberikan nasihat kepada kalian seperti halnya Rasulullah saw memberikan nasihat kepada kami karena Beliau khawatir jika kami jemu.”

Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Celakalah orang-orang yang berlebihan (memaksa-maksakan diri). Beliau mengucapkannya hingga tiga kali.”

61. Selalu memenuhi janji

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ {17}:34).

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga; Jika berbicara, dia berdusta; Jika berjanji, dia mengingkari; Dan jika dipercaya, dia khianat.” Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, “Sekali pun dia mengerjakan shalat dan zakat, serta mengaku sebagai muslim.”

Abu Dawud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Umar bin Abasah, bahwa dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mempunyai ikatan janji dengan suatu kaum maka janganlah dia melepaskan janji itu dan jangan pula menguatkannya, sampai selesai masanya atau jika kedua belah pihak sama-sama bersepakat membatalkannya.”

Subhanallah, demikianlah duhai Sahabat yang dirahmati oleh Allah swt, 61 Prinsip Pribadi Mukmin yang saya rangkum dari kitab “Laa Tansa Yaa Muslimin” karya al-Mukarom Muhammad Khalis Mu’tashim rahimakallah. insyaAllah barokah dan manfaat, Allahumma amiin…

by : Muhammad Dive

Tidak ada komentar:

Posting Komentar