8 Mei 2011

Prinsip Pribadi Muslim


Prinsip (11-20) Dari 
61 PRINSIP PRIBADI MUKMIN



Klik Catatan Sebelumnya :   


11. Selalu berkasih sayang dan hidup bersaudara

Seorang mukmin diperintahkan oleh Allah swt untuk mencintai sesamanya dan menguatkan ikatan persaudaraan karena setiap muslim pada hakikatnya adalah bersaudara. Persaudaraan akan melahirkan perasaan yang tulus dan jujur serta perasaan yang luhur di dalam jiwa. Dengan semangat persaudaraan inilah maka Islam akan menjadi kuat. Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hak-hak sesama muslim.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang muslim adalah saudara muslim lainnya. Dia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, atau merendahkannya. Takwa itu ada di sini, (seraya menunjuk ke dadanya, dengan mengucapkannya tiga kali). Cukuplah seseorang itu dinilai jahat jika dia sampai merendahkan saudaranya. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram (suci/terlarang) darahnya, kehormatannya, maupun hartanya.”

12. Ridha terhadap segala pemberian Allah dan bersungguh-sungguh berusaha dengan mencari keridhaan Allah swt

Setiap perbuatan yang dilakukan muslim yang shalih hendaknya ditujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah swt, dan diniatkan untuk beribadah. Ia pun tidak akan bersantai-santai dan berpuas diri dalam usahanya, melainkan selalu ingin mendapatkan keadaan yang lebih baik. Segala usaha yang tidak ditujukan untuk menggapai keridhaan Allah maka bisa menggiring seseorang untuk melakukan usaha yang haram.

Keridhaan itu menunjukkan kuatnya iman seseorang kepada Allah, di samping menunjukkan kematangan akal dan kebijaksanaannya. Sifat ridha’ kepada Allah akan lahir dari kepasrahan seorang muslim akan segala sesuatu yang diputuskan-Nya serta hukum-hukum-Nya. Sedang hikmah dari sifat ridha’ kepada Allah adalah mendapatkan kenikmatan berupa ketenangan hati.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi.” (QS. Al-Haqqah {69}:21-22).

13. Selalu bersabar

Hamba yang shalih tidak akan mengingkari atau mengkufuri nikmat, serta tidak akan murka terhadap musibah yang menimpanya. Ketika ada nikmat, dia bersyukur, dan ketika ada musibah dia bersabar.

Hamba yang shalih selalu pasrah terhadap keputusan Allah, ridha dengan apa yang menjadi ketentuan-Nya, serta tidak murka terhadap apa yang telah digariskan oelh Allah atas dirinya. Ia akan bersabar di dalam melaksanakan ketaatan, bersabar (menahan diri) dari melakukan kemaksiatan, serta sabar (tabah) dalam menghadapi musibah, kesulitan, bencana, ujian dan segala hal yang tidak diinginkannya. Ia akan mengembalikan segalanya kepada Allah dengan menyatakan, bahwa kita semua ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka …” (QS. Al-Ahqaaf {46}:35).

Imam Muslim meriwayatkan dari Shuhaib bin Sinan ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin itu, karena segala urusannya baik baginya, dan hal itu tidak mungkin terjadi pada seorang pun kecuali bagi orang mukmin. Jika mendapatkan kemudahan, dia bersyukur, dan bersyukur itu adalah yang tebaik baginya. Jika dia mendapatkan kesulitan, maka dia bersabar, dan bersabar itu adalah yang terbaik baginya.”

Dalam dua keadaan itu, dia selalu dimuliakan dan diberi pahala oelh Allah. Dengan kokohnya kesabaran, tidak ada amalan ibadah yang terasa sulit. Dengan demikian, seseorang akan terus naik derajatnya dari tingkat kesabaran menuju tingkat takut (khauf), kemudian naik lagi ke tingkat cinta (mahabbah).

14. Tawakal kepada Allah

Tawakal seorang hamba adalah memasrahkan segala urusannya kepada Allah, sehingga ia tidak akan pernah berharap dan meminta segala sesuatu dan berlindung, kecuali hanya kepada Allah swt, sebagaimana firman-Nya, “Berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung.” (QS. An-Nisa’ {4}:81).

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Akan masuk surga dan kalangan umatku tujuh puluh ribu orang, tanpa melalui hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta untuk di ruqyah serta tidak menggantungkan nasib sial kepada burung, dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.”

Dalam bertawakal kepada Allah, seseorang diharuskan untuk mengusahakan terlebih dahulu segala sesuatu yang diinginkan dengan sungguh-sungguh, mengerahkan segenap pikiran serta tenaganya. Karena tawakal itu bukanlah menafikan usaha dan hukum sebab-akibat yang rasional. Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abbas, bahwa seorang Arab Badui meninggalkan untanya diluar masjid Nabawi lalu berkata, “Ya Rasulullah, apakah saya biarkan saja disini atau haruskah saya mengikatnya, baru kemudian bertawakal!?” Beliau menjawab, “Ikatlah, baru bertawakal!

15. Selalu bertafakkur

Tafakkur sesungguhnya bagaikan sebuah cermin jernih yang bila kita pandang dengan seksama maka akan mampu menampakkan dengan jelas semua yang ada dihadapan kita. Di dalam tafakkur, terdapat pemahaman berdasarkan nalar yang sehat. Dengan bertafakkur-lah seseorang mampu mengambil pelajaran sehingga dapat berjalan di jalan yang benar dan mampu melihat tujuan dengan jelas.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabb mereka.” (QS. Ar-Ruum {30}:8).

16. Pandai mengambil pelajaran

Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Barangsiapa yang bisa mengambil pelajaran, maka dia bisa melihat persoalan dengan jelas.”

Pelajaran adalah bukti atau petunjuk yang dapat membawa seseorang kepada pemahaman, hikmah, maupun ilmu serta mengantarkan seseorang kepada keyakinan. Allah swt berfirman, “Maka ambil-lah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyr {59}:2).

17. Menjaga amanah

Sifat seorang mukmin adalah selalu menjaga amanah yang diberikan kepadanya, sedangkan mengkhianati amanah merupakan bagian dari sifat kemunafikan. Oleh karena itu, Allah melarang orang-orang yang beriman untuk mengkhianati amanah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfaal {8}:27).

18. Mementingkan orang lain (itsar)

Itsar yaitu lebih mendahulukan saudaranya daripada diri sendiri. Tidak ada yang berhias dengan akhlak yang mulia ini kecuali orang-orang yang memiliki hati yang besar dan semangat luhur sebagaimana yang ditunjukkan oleh kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “…Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan …” (QS. Al-Hasyr {59}:9).

Mereka adalah orang-orang pilihan. Sebab, untuk mewujudkan sikap ‘itsar’ ini diperlukan kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan kemurahan hati.

19. Selalu bertaubat

Salah satu karunia dan kasih saying Allah swt terhadap hamba-hamba-Nya adalah dengan membuka pintu taubat yang seluas-luasnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran {3}:133).

Kita harus selalu sadar dan ingat bahwa kematian itu pasti akan datang sewaktu-waktu tanpa kita duga, sedangkan banyak sekali dosa yang kita lakukan selama hidup. Maka sudah seharusnya kita mempersiapkan kematian dengan selalu beristighfar, memohon ampun dan bertaubat dengan sebenar-benarnya kepada Allah tanpa menunda-nunda lagi.

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Manfaatkan lima hal sebelum datangnya lima hal; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematian.”

20. Selalu mengingat nikmat Allah

Mengingat nikmat Allah adalah kebiasaan hamba yang shalih, yang membawanya kepada rasa syukur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Terhadap nikmat Rabb-mu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha {93}:11).

Allah swt juga berfirman ketika menceritakan tentang Nabi Sulaiman as, bahwa dia berkata, “Ya Rabbi, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu.” (QS. An-Naml {27};19).


by : Muhammad Dive

Tidak ada komentar:

Posting Komentar