14 Feb 2011

~ Sedikit Asal........~

 Bismillahirohmaanir rohiim...


"Buat pemirsa yang imannya lagi drop,.....sekedar charged al-iman ketika grafiknya turun..... mudah2an belum sampe anjlok  !!"

Segala sesuatu tak ada yang dapat diperoleh dengan mudah, untuk mendapatkan apapun harus penuh perjuangan, diperlukan ketangguhan, ketekunan dan yang lebih penting lagi adalah kontinuitas. Kontinuitas dalam beribadah memang sulit. Perlu pengorbanan, perlu kekuatan mujahadah (kesungguhan) melawan keinginan yang bisa mematahkan kontinuitas ibadah, Perlu kepasrahan dan ketundukan penuh pada Allah, untuk meraih suplai energi yang mampu mengalahkan rasa sombong dan ujub. Perlu kesabaran berlipat untuk bisa bertahan menjalani ragam tantangan dan halangan yang pasti dijumpai dalam memelihara kontinuitas ibadah. Tapi, itulah harga yang mesti dibayar untuk kenikmatan surga di akhirat. Bahkan bukan hanya di akhirat, sesungguhnya buah kontinuitas ibadah itu, meski sedikit, sudah bisa dipetik sejak di dunia.


Jangan berharap hasil jika dikerjakan secara instan, "Mengapa aku sudah berdoa bahkan aku memohon hingga habis air mataku, tetapi permohonanku belum juga dikabulkan..?". Itulah yang kerap kali terjadi, berdoa satu kali  ingin langsung terkabul.  Allah SWT tidak menghendaki yang demikian. Dalam hal ini diperlukan suatu rutinitas dalam berproses dan menjaganya secara kontinyu maka Allah akan menentukan hasilnya.

Yang sedikit asal.......

Ada beberapa alasan mengapa amal yang sedikit tapi berkelanjutan jauh lebih baik daripada amal besar yang tidak berkelanjutan.

1.Menandakan Keikhlasan 
Ibadah yang dilakukan hanya karena sesaat, saat sedang susah, saat sedang butuh, saat ingin dan semua yang bersifat  temporal, yang sifatnya sewaktu-waktu, tidak kontinu, yang hanya disesuaikan dengan keadaan, adalah tanda keikhlasan yang belum sernpurna. Sebab umumnya aktivitas ibadah yang dilakukan tidak secara terus menerus lebih dimotivasi oleh kondisi lahir dan urusan duniawi. Pendekatan diri kepada Allah dilakukan ketika sedang butuh. Ketika sedang mengalami kesulitan, ketika sedang tertimpa musibah, ketika sedang diuji dengan kesempitan, kesusahan, ia meminta agar Allah menolong dan membantunya meringankan penderitaannya, Tapi ketika semua kesulitan itu telah hilang, ia meninggalkan amal-amal ibadah yang sebelumnya dilakukan.
Perhatikan firman Allah swt yang artinya,“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (dihilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs. Yunus: 12)

Berbeda dengan hamba Allah yang ikhlas, yang tetap istiqamah melakukan ibadah dan amal shalih. Saat diberi kesulitan ia duduk bersimpuh dan sujud memohon pertolongan Allah. Dan ketika diberi kelapangan ia akan semakin banyak bersyukur dan mendekat pada Allah yang melapangkan kehidupannya.Setiap kita memerlukan rasa nyaman, damai dan tenang. Itulah di antara buah istiqamah dalam kebaikan yang dilakukan. Amal shalih, apalagi yang dilakukan secara terus- menerus, meski sedikit akan menciptakan suasana damai dan tenang di dalam hati.

Rutinitas ibadah dalam berbagai bentuknya akan membina jiwa seseorang menjadi lebih dekat dengan Allah swt. Kontinuitas melakukan ibadah itulah yang membentuk jiwa menjadi seperti itu. Kebahagiaan dan kelezatan dalam hati orang-orang yang dekat dengan Allah tak bisa dirasakan kecuali oleh mereka yang merasakan kebahagiaan itu. Lihatlah perkataan para salafushalih, “Kasihan sekali orang-orang yang lalai itu. Mereka keluar dari dunia tapi mereka belum merasakan puncak manisnya dunia." Puncak manisnya dunia, bagi mereka ada pada kedamaian dan kenikmatan hidup bersama Allah swt. Ada pula yang mengatakan, “Andai para raja dan para pangeran itu mengetahui  kenikmatan apa yang dirasakan oleh para ahli takwa, niscaya mereka akan berusaha merebut kenikmatan itu dengan pedang terhunus." (Ighatsatul Lahfan, Ibnul Qayyim)

Ibnu Taimiyah saat di dalam penjara justru merasakan kenikmatan ujian itu. Dalam sebuah surat kepada murid-muridnya ia menulis, “Kami Alhamdulillah dan syukur pada Allah, berada dalam kenikmatan agung yang setiap hari terus bertambah. Allah memperbarui nikmat-Nya demi nikmatnya yang lain. Saya dalam keadaan baik. Kedua mata saya bahkan lebih baik dari sebelumnya. Kami berada dalam nikmat yang sangat besar, yang tak mampu dihitung dan dihisab."

2. Gunakan Strategi
Seperti hendak berperang saja ko harus menggunakan strategi...? Ibadah yang sedikit tapi dilakukan secara rutin adalah salah satu strategi, karena dengan adanya rutinitas otomatis dalam hati kita tak akan ada ruang sedetikpun tanpa mengingat Allah. Mulut kita selalu dipenuhi dengan dzikir, hati pikiran dan semua gerak tubuh kita semata hanya untuk mengharap ridho Allah.

Allah swt berfirman, “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dzalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (Qs. at-Taubah: 19-20) 

Dalam hadits shahih disebutkan bahwa iman itu memiliki enam puluh lebih cabang – atau tujuh puluh lebih – yang paling tinggi adalah Laa ilaaha illa Allah, dan yang paling  rendah ialah menyingkirkan penghalang yang ada di jalan.” Hal ini menunjukkan bahwa jenjang iman itu bermacam-macam nilai dan tingkatannya. Orang yang mengetahui sunnah, hukum halal haram, jalan kebaikan dan keburukan, kemudian ia tetap berbaur dengan manusia mengajarkan mereka dan menasihati mereka tentang Islam itu lebih baik daripada ia sendiri melakukan sholat dan menghabiskan waktu untuk membaca Al Quran dan tasbih. Disinilah strategi digunakan dari tujuh puluh cabang lebih gunakanlah tingkatan yang paling tinggi, gunakanlah doa-doa yang paling mujarab dengan kontinuitas yang tinggi. Yang sedikit tapi kontinyu adalah bahan bakar yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan dengan baik.

Orang yang ingin mencari ridha Allah dan memperoleh kebahagiaan akhirat, dan bahkan setiap orang yang pergi mencapai tujuannya tidak akan tercapai kepada tujuannya kecuali dengan dua kekuatan: yakni kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Demikian ujar Ibnul Qayyim rahimahullah. Kekuatan ilmu akan menerangkan jalan dan memposisikan pelakunya agar sampai pada tujuannya, terhindar dari bahaya dan tempat-tempat yang terlarang, atau menjadikannya tersesat. Sedangkan kekuatan amal adalah kekuatan untuk istiqamah dan tetap berupaya melanjutkan perjalanan. Upaya untuk bisa bertahan dan istiqamah melanjutkan perjalanan, adalah dengan mengetahui dan memanfaatkan kemudahan yang diberikan Allah dalam beribadah.

Maka, kita harus berupayakan sekuat daya untuk meningkatkan amal perbuatan setiap saat. Berkomitmen pada jalan kebaikan. Sikap berlebihan dan pemaksaan diri dalam melakukan amal, tak jarang dapat mengeluarkan seseorang dari jalur yang benar akibat diterpa kejenuhan dan rasa bosan.

Dengarkan cerita Buraidah yang suatu ketika pergi keluar rumah untuk sebuah keperluan. Kebetulan saat itu ia bertemu dengan Rasulullah dan berjalan bersamanya. “Dia menggandeng tangan saya, dan kami bersama-sama pergi. Kemudian di depan kami ada seorang lelaki yang memperpanjang ruku’ dan sujudnya. Nabi saw bertanya, “Apakah kamu melihat bahwa orang itu melakukan riya?", Abu berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau melepaskan tanganku, dan membetulkan kedua tangan orang itu dan mengangkatnya sambil bersabda, "Ikutilah petunjuk yang pertengahan.." (Disebutkan oleh al-Haitsami dan Ahmad dalam Majma Zawaid, 1: 62).

Amal yang kontinu pasti berat dilakukan. Tapi, itu biasanya terjadi hanya pada awalnya saja. Ibarat memutar sebuah roda. Terasa berat hanya pada awal putaran. Tapi pada putaran kedua dan ketiga-nya, roda itu akan lebih mudah diputar. Demikian juga dengan kondisi jiwa manusia.

3. Tinggalkan Yang Sedikit
"Lho.....kok...?" Jangan heran dulu, sedikit dalam hal ini adalah sedikit kwadrat itu yang harus ditinggalkan. "Masudnya....?" Sedikit yang demikian ini yang akan meninggalkan ibadah yang dengan susah payah kita bangun menjadi pudar dan lapuk.
"Nabi Muhammad SAW adalah sebaik-baik suri tauladan bagi kita semua. Sebisa dan semaksimal mungkin, kita mencontoh tutur kata, perilaku, dan perbuatan beliau dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak mudah, namun juga bukan hal yang mustahil, sebab nabi adalah manusia, kita pun manusia meskipun ada bedanya. Kita hanya perlu membuang ‘sedikit’ dari kebiasaan kita agar sesuai dengan kebiasaan nabi."
Sedikit dalam hal ini mengandung perbedaan, pertama beda kita dengan nabi adalah nabi sedikit tidur, sedangkan kita sedikit-sedikit tidur. Jika kita ingin mencontoh nabi, buanglah satu kata sedikit pada kebiasaan kita, dari sedikit-sedikit tidur menjadi sedikit tidur.
Hal yang kedua beda kita dengan nabi adalah nabi sedikit makan, sedangkan kita sedikit-sedikit makan. Jika kita ingin mencontoh nabi, buanglah satu kata sedikit pada kebiasaan kita, dari sedikit-sedikit makan menjadi sedikit makan “. Sedikit-sedikit malas, sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit marah dan masih banyak lagi dari sedikit-sedikit yang lainnya,  inilah yang harus kita tinggalkan menjadi "sedikit asal........ kontinyu" 


" YA Allah, karuniakanlah kesempatan padaku, untuk menikmati amal ibadah yang kontinyu..."




Tidak ada komentar:

Posting Komentar