10 Feb 2011

~ Menangkap Hidayah ~

Cerita ini diangkat dari kisah nyata yang terjadi pada seorang ibu berpuluh tahun  lalu.

Saat itu aku mulai melirik penampilan wanita berjilbab, timbul dalam hati keinginan untuk menggunakannya.Diam-diam aku mulai menikmati penampilan jilbaber. Kibaran ujung jilbab yang menutupi punggung hingga pinggul, lekuk kain yang dilipat di sisi kiri kanan wajah, membuat mereka terlihat elegan dan bercahaya di mataku.

Suatu hari betapa terkejutnya aku ketika mendapati dalam sebuah buku.  Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
"Dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah aku lihat : seorang yang membawa cemeti seperti seekor sapi yang dia memukul orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang. berlenggak-lenggok, kepalanya bagaikan punuk onta yang bergoyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya, sekalipun ia bisa didapatkan sejak perjalanan sekian dan sekian."(HR Muslim)


Jantungku sontak berdebar keras. Tubuhku tiba-tiba terasa menggigil dan kursi yang kududuki seakan ditumbuhi duri. Keringat dingin mulai mengucur Ingin betul kutenggelamkan kepala di balik blusku atau kupejam mata sekejap sambil mengucap mantra menghilangkan diri dari masa lalu dan berubah seketika mengikuti petunjuk itu.Ngeri banget. Masak iya sih sampe gak bisa nyium bau surgaaa…ya Allah, bagaimana dengan amalanku yang lain..?.  Aku kan selalu melakukan Shalat bahkan shalat Dhuha dan Tahajudpun kadang-kadang kujalani. Baca Qur’an juga tiap maghrib, masa semua itu tak diperhitungkan. Hatiku meronta antara takut dan kesal. Takut karena belum bisa juga menunaikan keinginan berjilbab, kesal karena merasa divonis. Pemahamanku tentang islam masih minim, bagaimana mungkin dalam sekejap keinginan itu bisa terwujud. Berbekal rasa takut yang terus menghantui akhirnya timbulah tekad dalam hatiku untuk segera menggunakannya.

Cobaan Datang Silih Berganti
Disaat aku mulai menggunakannya, timbul keraguan karena ternyata lingkugan di tempat kerja tidak mendukungku, akhirnya kuputuskan untuk membuka tutup penampilan berjilbabku. Disaat aku berada di lingkungan rumah aku kenakan jilbab tapi disaat mengharuskanku bekerja aku lepas kembali.

Suatu hari aku dihadapkan pada pilihan yang sulit dimana Sekolah TK tempat anakku sekolah mengadakan acara liburan ke luar kota, pada saat yang bersamaan pula ada tugas kantor yang tak bisa kutinggalkan akhirnya kuputuskan bahwa anakku berangkat dengan diantar pembantu. Semalam aku gelisah tak bisa tidur karena begitu berat melepas kepergian anak yang hanya ditemani pembantu, ketika mendekati subuh mendadak aku mendapat telp dari bosku bahwa acara kantor ditunda dua hari lagi..Alhamdulillah..betapa girangnya aku akhirnya bisa berangkat menemani anakku disertai pembantu.

Singkat cerita sepanjang perjalanan pulang suasana didalam bis mulai tak terkendali bis lari dengan kecepatan tinggi sehingga teriakan ibu-ibu didalam bis berkali-kali terdengar riuh, jerit dan tangispun mulai terdengar. Celaka...ternyata supir bis dalam keadaan mabok, kok bisa..bis ini kan bis pariwisata yang khusus disewa untuk membawa rombongan bukannya bis biasa yang setiap saat supir bisa bertindak sesuka hati. Tiba-tiba Duaaar....terdengar bunyi benturan yang amat keras dan bispun oleng dan akhirnya terperosok kedalam jurang.

Menjemput Hidayah
Tiba-tiba aku terbangun dan melihat sekelilingku begitu gelap karena kejadian itu terjadi pada malam hari, tak nampak setitik cahayapun, rasa pusing tak aku rasakan lagi yang teringat saat itu juga adalah anakku. "Dimana anakku..?" Keadaan di dalam bis saat itu kacau, kursi-kursi lepas dari tempatnya dan bertumpuk pada bagian belakang bis, dan posisi bispun miring, kaca-kaca pecah. Suasana hening...tiba-tiba  terdengar suara tangisan bayi dan disusul dengan suara-suara berikutnya. Alhamdulillah ternyata banyak yang selamat, aku belum juga menemukan anakku. Tanpa sadar aku merasakan seperti ada yang menarik bajuku dari arah samping, sambil meraba-raba aku menangkap tangan yang amat kecil dan akhirnya ..aku yakin benar kalau itu anakku dan dia terjepit tumpukan kursi. Tanpa terasa air mata membasahi pipi. "Subhanallah...Akhirnya kutemukan anakku, dalam keadaan selamat" Akhirnya bantuan tim penolongpun datang dan korban-korban yang terluka parah dilarikan ke rumah sakit termasuk pembantuku, aku hanya memar-memar dan luka sedikit demikian juga dengan anakku dan aku bisa pulang ketika suamiku datang menjemput.

Sejak saat itu aku bertekad akan menggunakan jilbab dan menjalankan perintah Allah dengan tidak setengah setengah, karena Allah telah memberikan kehidupan kedua padaku. Andaikan saat itu aku tak selamat betapa celakanya aku...begitu selalu pikirku. Hidayah itupun sudah datang padaku dan aku harus segera menjemputnya.

Mengejar  Hidayah  Allah
Saat itupun aku mulai mendalami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan jilbab “Hidayah itu tidak akan datang sendiri, tapi harus dicari, dikejar semampu kita…” itulah satu-satunya wejangan yang aku baca dan senantiasa memenuhi ruang pikiranku.Sejak mengenakan jilbab, aku merasa perjalananku sebagai musafir di muka bumi ini sepenuhnya dimulai. Setengah hatiku berbunga bahagia. Setengahnya tak henti merundung sesal: “Duhai, kemana saja jiwa yang lalai?” Bekal amalku masih begitu minim untuk sebuah hari penentuan. Sehelai jilbab belum cukup menanggung semua dosa. Hidayah berupa hijrah penampilan baru sekedar kunci pembuka kesadaran: betapa akal ini masih kosong ilmu.

Tugas berat segera menantiku di jalan-jalan menuju puncak istiqomah yang dipenuhi duri hawa nafsu. Aku tahu lambaian jilbabku menuntut banyak konsekuensi jika mau tetap sabar dalam memelihara hidayah. Semua ini tak cukup dengan ibadah yang kubangun siang malam bila landasan pengetahuanku nihil. Ilmu... itulah yang menggiring kecenderunganku sedikit demi sedikit hingga bulat pada keteguhan berjilbab, 11 tahun lebih telah kujalani. Tiap kukenang proses pencarian jawab atas ragu dan bimbang dalam menutup aurat, Allah kemudian menurunkan kebijaksanaan-Nya lewat orang-orang di sekitarku. Subhanallah...betapa nikmatnya kau berikan rachmat untukku sehingga aku selalu menyesal mengapa tak sedari dulu aku lakukan.

Ilmu lah kuncinya. Kusaksikan kini semakin marak warna warni jilbab hingga pelosok dunia. Namun tanpa bergandengan dengan ilmu niscaya warna tersebut akan lekas kusam digerus zaman. Selembar kain mungkin sangat mudah bertengger manis di kepala. Tapi sepenggal hidayah tak mungkin bertahan lama bila pengetahuan untuk memeliharanya tak jua bertambah. Demikian pintaku terus menerus pada Rabbul ‘Izzati agar akal ini dikaruniai ilmu yang luas, demi terjaganya anugerah-Nya yang terindah. Sembari menancapkan janji-Nya ini :
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-‘ankaabut : 69)

"Ya, hidayah berupa jilbab ini mesti kupegang terus dengan ilmu, hingga hembus nafas penghabisan." Pengalaman ini yang kemudian membuat hidupku berubah. Aku lebih nyaman karena di dalam jilbabku ini ada sejuta impian yang ingin aku kejar...untuk mengharap Ridho-Mu semata.

"Hidayah itu memang akan datang dan harus kau kejar lantas kau tangkap setelah itu janganlah berdiam diri terus...dan terus mencari agar ilmu yang kau dapat meresap dan kau akan selalu tergerak untuk mengamalkannya dan menyebarkannya" Pesan itulah yang tertangkap oleh ibu tersebut dan dengan sejuta senyum ia ingin menyampaikannya untuk dapat dijadikan pelajaran. Sambil malu-malu Ibu itupun berlalu.


EP 11022011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar